Jumat, 04 Februari 2011

Sejarah Singkat Kabupaten Sarolangun II



BAB II

Kondisi Fisik
2.1. Luas dan Batas Wilayah

Kabupaten Sarolangun yang dikenal dengan daerah Sepucuk Adat Serumpun Pseko merupakan Kabupaten pemekaran yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 54 Tahun 1999 pada tanggal 12 Oktober 1999, bersamaan dengan Kabupaten Tebo, Kabupaten Muara Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung.
Geografi wilayah Kabupaten Sarolangun secara keseluruhan berada pada posisi yang cukup strategis berada di jalan Lintas Sumatera dengan luas 617.400 ha atau 6.174,00 Km2 yang terdiri dari dataran rendah 5.248 Km2 (85%) dan dataran tinggi 926 Km2 (15%).

Kabupaten Sarolangun merupakan salah satu dari 10 Kabupaten/Kota di Propinsi Jambi yang berada disepanjang daerah aliran sungai (DAS) Batanghari, Batang Limun, Batang Tembesi, dan Batang Merangin dengan jarak 179 Km dari Ibukota Propinsi Jambi. Wilayah Kabupaten Sarolangun berbatasan dengan Kabupaten Batang Hari pada arah Utara, Kabupaten Musi Rawas Propinsi Sumatera Selatan dan Kabupaten Batang Hari pada arah Timur, Kabupaten Rejang Lebong Propinsi Sumatera Selatan pada arah Selatan, dan Kabupaten Merangin Pada arah Barat (seperti tergambar pada peta 2. Administrasi Kabupaten Sarolangun). Secara geografi wilayah Kabupaten Sarolangun terletak di bagian Barat Propinsi Jambi, tepatnya pada titik koordinat antara 102°03¢39¢¢ sampai 103°13¢17¢¢ Bujur Timur dan di antara 01°53¢39¢¢ sampai 02°46¢24¢¢ Lintang Selatan.

2.2. Kondisi Topografi, Fisiografi, Geologi dan Tanah


Keadaan topografi wilayah Kabupaten Sarolangun bervariasi, mulai dari datar, bergelombang sampai berberbukit-bukit. Wilayah bagian utara umumnya datar hingga bergelombang, wilayah bagian timur datar bergelombang dan wilayah bagian selatan berbukit-bukit, sedangkan wilayah bagian barat datar bergelombang. Topografi wilayah Kabupaten Sarolangun terdiri dari dataran (0-2%) seluas 94.096 Ha, bergelombang (3-15%) seluas 239.783 Ha, Curam (16-40%) seluas 165.589 Ha dan sangat curam (> 40%) seluas 117.935 Ha .
Wilayah Kabupaten Sarolangun memiliki ketinggian dengan kisaran 20 – 1.950 m dari permukaan laut. Berdasarkan ketinggian di atas permukaan laut, wilayah Kabupaten Sarolangun pada sebagian besar Kecamatan Batang Asai berada pada ketinggian 600 m di atas permukaan laut, Limun 52 m di atas permukaan laut, Sarolangun dan Bathin VIII berada pada ketinggian 38 m di atas permukaan laut, Pelawan Singkut 40 m di atas permukaan laut, Pauh dan Air Hitam 24 m di atas permukaan laut, dan Mandiangin 20 m di atas permukaan laut.

2.3. Penggunaan Lahan

Karakteristik penggunaan lahan dalam wilayah Kabupaten Sarolangun meliputi lahan kering 57,55%, wilayah hutan 40,87%, dan lahan persawahan 1,56%. Telah dimanfaatkan sebagai lahan perkebunan seluas 195.994 Ha.
2.4. Keadaan Iklim

Dari sisi iklim, Kabupaten Sarolangun termasuk beriklim tropis. Keadaan iklim rata-rata Kabupaten Sarolangun dari tahun 2003 sampai 2005 terlihat cukup konstan, yaitu berkisar antara 23 °C sampai dengan 32 °C. Kelembaban udara rata-rata berkisar 78 %. Curah hujan rata-rata 260 mm/tahun pada tahun 2003-2004 dan 256 mm/th pada tahun 2005.

2.5. Jenis Tanah
Jenis tanah di wilayah Kabupaten Sarolangun sebagian besar Podsolik Merah Kuning (PMK).

2.6. Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup

Sumberdaya alam yang terbentuk melalui kekuatan atau gaya alamiah, misalnya benteng alam (landscape), panas bumi dan gas bumi, angin pasang surut dan arus laut. Adapun lingkungan hidup adalah system kehidupan dimana terdapat campur tangan manusia dalam mengelola sumberdaya alam yang ada disekitarnya.
Pembangunan yang sedang dan akan dilaksanakan di Kabupaten Sarolangun mempertimbangkan faktor lingkungan dan sumber daya alam yang ada. Pembangunan di daerah ini juga selalu didasarkan kepada pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana. Makin banyak suatu daerah mempunyai sumberdaya alam dan dimanfaatkannya alam itu secara efisien, maka makin baiklah harapan akan tercapainya kehidupan dan kesejahteraan rakyat daerah ini dalam jangka panjang. Potensi sumberdaya alam di Kabupaten Sarolangun tergolong cukup banyak, beragam dan mempunyai daerah perairan yang cukup panjang.

Persoalan lingkungan hidup yang mengkhawatirkan di Kabupaten Sarolangun adalah banjir tahunan. Banjir tahunan ini terjadi karena aktifitas penebangan hutan yang terus dilakukan oleh kelompok- kelompok orang yang tidak bertanggung jawab dan hanya mengejar materi. Disamping itu pencemaran air sungai juga tidak kalah mencemaskan masyarakat, akibat dari aktifitas penambangan emas tanpa izin (PETI) yang menggunakan air raksa/merkuri dalam proses penambangan. Dan yang lebih ironis lagi adalah limbah penambangan yang mengandung zat kimia berbahaya tersebut dialirkan ke sungai. Sungai sebagai salah satu sumber air yang dominan menjadi keruh dan berbahaya bagi kesehatan.
Namun sampai dengan tahun 2005 ini baik aktifitas penebangan hutan maupun penambangan emas Tanpa izin (Peti) masih sering terjadi. Namun data pencemaran dan pelaku pencemaran lingkungan tidak tersedia.

2.7. Sumberdaya Manusia
Secara historis sumberdaya manusia yang ada di Kabupaten Sarolangun masih sangat terbatas untuk itu perlu peningkatan dibidang sumber daya manusia guna mengelola sumber daya alam yang berlimpah secara efektif dan efisien bagi kemakmuran masyarakat Kabupaten Sarolangun yang sebesar-besarnya.
Agar manusia ataupun penduduk yang ada di Kabupaten Sarolangun dapat lebih berpotensi maka landasan agama, latar belakang pendidikan dan budayanya harus diperkuat. Faktor agama dan budaya merupakan dua hal yang penting diperhatikan karena jika agama diabaikan maka kader dan tokoh yang berasal dari Kabupaten Sarolangun ini hanya akan mempunyai visi keduniawian saja dan akan mempunyai tingkah laku tidak terpuji. Demikian juga dengan fasilitas pendidikan hendaknya terus ditingkatkan agar dapat meningkatkan kecerdasan anak daerah yang ada di Kabupaten Sarolangun mempunyai keseimbangan.
Sumber: http://nofeesrlblog.blogspot.com

Sejarah Singkat Kabupaten Sarolangun I

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Sejarah Kabupaten Sarolangun
Setelah Proklamasi kemerdekaan Indonesia dicetuskan oleh Soekarno – Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945, kota Sarolangun yang pernah menjadi basis patroli Belanda menjadi bagian dari Kabupaten Jambi Ilir (Timur) dengan pusat pemerintahan berkedudukan di Jambi dan Bupatinya pada masa itu adalah M. Kamil.
Pada tahun 1950 hingga Jambi menjadi Propinsi tahun 1957, Sarolangun menjadi Kewedanaan bersama kota-kota lainnya yaitu Bangko, Muaro Bungo, dan Muaro Tebo yang tergabung dalam Kabupaten Merangin dengan ibukotanya semula berkedudukan di Jambi yang selanjutnya berpindah ke Sungai Emas Bangko. Sejak saat itu, Kota Sarolangun menjadi Kewedanaan selama kurang lebih 20 tahun. Selanjutnya dimulai dari tahun 1960 berdasarkan hasil sidang pleno DPRD Kabupaten Merangin dipecah menjadi dua kabupaten, yaitu Kabupaten Sarolangun Bangko dan Kabupaten Bungo Tebo. Maka sejak saat itu kewedanaan Sarolangun secara resmi menjadi bagian wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Sarolangun Bangko dengan ibukotanya Bangko.
Bersamaan dengan semangat reformasi dan era otonomi daerah yang digulirkan di tanah air, maka melalui Undang – Undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang – Undang nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menuntut pemerintah pusat untuk menyempurnakan struktur pemerintahan dengan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengurus dan mengelola daerahnya secara mandiri dengan kemampuan sendiri dan kemampuan potensi yang dimiliki. Melalui Undang – Undang Nomor 54 tahun 1999 secara yuridis formal Kabupaten Sarolangun resmi terbentuk.

Selanjutnya diperkuat dengan keputusan DPRD Propinsi Jambi Nomor 2/DPRD/99 tanggal 9 Juli 1999 tentang pemekaran Kabupaten di Propinsi Jambi menjadi 9 Kabupaten dan 1 Kota. Atas dasar kebijakan tersebut, maka pada tanggal 12 Oktober 1999 Kabupaten Sarolangun resmi menjadi daerah otonom dengan Drs. H. Muhammad Madel, MM sebagai Bupati. Secara defenitif, Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Sarolangun dilantik pada tanggal 31 Juli 2001 dengan pasangan Bupati dan wakil Bupati terpilih Drs. H. Muhammad Madel dan Drs. H. Maryadi Syarif. Secara administratif pada awal berdirinya Kabupaten Sarolangun terdiri dari 6 Kecamatan dengan 108 desa, 4 Kelurahan, dan 2 Desa unit transmigrasi.
Dalam rangka melengkapi kelembagaan pemerintahan dan birokrasi publik sebagai Kabupaten Pemekaran, maka lembaga legislatif DPRD pada awal berdirinya masih merupakan bagian dari DPRD Kabupaten Sarolangun Bangko (Sarko). Pemisahan lembaga legislatif Kabupaten Sarolangun dibentuk bersamaan dengan dasar Undang – Undang Nomor 54 tahun 1999 dan selanjutnya disempurnakan kembali melalui Undang Undang Nomor 14 tahun 2000 dengan jumlah anggota DPRD sebanyak 25 orang.
Sejalan dengan upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, pemerintah Kabupaten Sarolangun terus melaksanakan pembenahan dan penataan fisik maupun non fisik pembangunan dan juga penataan struktrural organisasi pemerintahan. Untuk memperpendek dan mempermudah jalur pelayanan birokrasi kepada masyarakat, maka melalui Peraturan Daerah Nomor 04 tahun 2004 dan Peraturan Daerah Nomor 39 tahun 2004, Kabupaten Sarolangun dimekarkan dari 6 Kecamatan menjadi 8 Kecamatan. Pada tahun 2007, telah dimekarkan pula sebanyak 2 kecamatan, sehingga jumlah seluruh kecamatan di Kabupaten Sarolangun sebanyak 8 kecamatan.

1.2. Lambang Daerah Kabupaten Sarolangun




Unsur - Unsur, Arti Dan Makna Serta Warna Lambang
Bentuk Lambang Persegi Lima :
Melambangkan kesetiaan Kabupaten Sarolangun pada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berazaskan Dasar Negara “ Pancasila”.
Perisai Berwarna Merah :
Melambangkan keberanian dan jiwa patriotisme rakyat Kabupaten Sarolangun dalam menentang penjajahan pada masa lalu untuk mempertahankan kedaulatan wilayahnya.
Dasar Warna Biru :
Melambangkan alam Kabupaten Sarolangun yang masih tenteram dan damai.
Dasar Lambang Warna Hijau Berbukit-bukit :
Melambangkan Wilayah Kabupaten Sarolangun yang masih subur makmur dengan bukit-bukit yang sangat potensial untuk dikembangkan menjadi Daerah Pertanian, Perkebunan dan Pertambangan. Bukit tersebut yaitu : BUKIT BULAN, BUKIT TUJUH, BUKIT RAYO, PERBUKITAN BATANG ASAI dan CAGAR ALAM BUKIT DUA BELAS.
Qubah Mesjid dan Lima Pintu Masjid :
Melambangkan ketaatan masyarakat Kabupaten Sarolangun dalam menjalankan ibadahnya kepada Tuhan Yang Maha Esa serta mengamalkan seluruh isi sila-sila dari Pancasila.

Tiga Tingkat Bangunan di Bawah Puncak Masjid Berwarna Putih :
Melambangkan tampuk Pemerintahan Kabupaten Sarolangun yang terdiri dari eksekutif dan legislatif serta mengikutsertakan masyarakat dalam membangun daerahnya disegala bidang dengan hati dan tulus iklas.
Jembatan Duo Sebandung :
Melambangkan ciri khas Kabupaten Sarolangun dengan adanya jembatan yang menjadi penghubung dan alat pemersatu dalam dan luar kota yang sangat berperan bagi pertumbuhan perekonomian di Kabupaten Sarolangun.
Empat Ruas Jembatan Gantung :
Melambangkan adanya empat kelurahan di Kecamatan Sarolangun, Kabupaten Sarolangun sewaktu Kabupaten ini berdiri.
Lima Ruas Jembatan Lintas :
Melambangkan Lima sungai yang ada di Kabupaten Sarolangun, yaitu : SUNGAI BATANG ASAI, BATANG LIMUN, BATANG AIR HITAM, BATANG MERANGIN DAN BATANG TEMBESI.
Kapas Warna Putih :
Melambangkan Kesejahteraan Kabupaten Sarolangun.
Tali Warna Coklat Tua :
Melambangkan ikatan persaudaraan dan tenggang rasa pada masyarakat Kabupaten Sarolangun.
Padi Warna Kuning Emas :
Melambangkan Kemakmuran masyarakat Kabupaten Sarolangun.
Jumlah Kapas Dua Belas Tangkai, Tali Sepuluh Gelung, Dan Padi Kiri dan Kanan Berjumlah
Sembilan Butir :
Melambangkan peresmian berdirinya Kabupaten Sarolangun pada tanggal 12 Oktober 1999.
Warna Orange :
Melambangkan kemesraan dan keramahtamahan masyarakat Kabupaten Sarolangun.
Warna Kuning :
Melambangkan kemuliaan hati masyarakat Kabupaten Sarolangun.

Balai Adat :
Melambangkan tempat silang dan berpatut, tempat kusut berselesai.
Warna Hitam Atap Balai Adat :
Melambangkan persatuan dan kesatuan Kabupaten Sarolangun.
Satu Pintu dan Dua Jendela (Rumah) Adat :
Melambangkan pintu keluar masuknya Pimpinan adat dalam menyelesaikan masalah adat (kusut tempat berselesai, silang tempat berpatut) oleh Tiga Pimpinan, yaitu : Pimpinan Adat, Pimpinan Syarak dan Pimpinan Pemerintahan yang disebut tali tigo sepilin.
Enam Ruas Pintu Tengah Balai Adat :
Melambangkan Enam Kecamatan yang ada sewaktu berdirinya Kabupaten Sarolangun, yaitu : KECAMATAN SAROLANGUN, PAUH, MANDIANGIN, PELAWAN SINGKUT, LIMUN dan BATANG ASAI.
Dua Belas Takah Tangga Warna Putih :
Melambangkan adanya dua belas Margo yang ada di Kabupaten Sarolangun sebagai asal-usul berdirinya kecamatan yang ada di Kabupaten Sarolangun. Marga tersebut yaitu:
1. MARGA BATIN V SAROLANGUN
2. MARGA BATIN VII TANJUNG
3. MARGA SIMPANG TIGA PAUH
4. MARGA AIR HITAM
5. MARGA BATIN VI MANDIANGIN
6. MARGA PELAWAN
7. MARGA DATUK NAN TIGO
8. MARGA CERMIN NAN GEDANG
9. MARGA BUKIT BULAN
10. MARGA BATANG ASAI
11. MARGA SUNGAI PINANG
12. MARGA BATIN PENGAMBANG
Sebuah Keris Lekuk Sembilan Warna Kuning Emas :
Melambangkan Kabupaten Sarolangun berada di bawah naungan sebuah Propinsi yang berlambang “Sepucuk Jambi Sembilan Lurah”.

Sebuah Gong :
Melambangkan kebudayaan dan Adat Istiadat Kabupaten Sarolangun, yaitu berupa penyampaian pesan dari bathin kepada masyarakat.
Warna Coklat Muda Dinding Rumah :
Melambangkan kelemah-lembutan dan adat sopan santun masyarakat Kabupaten Sarolangun.
Dua Tiang Jerambah Lintas :
Melambangkan tonggak penghubung antara adat dan sara’ yang tersimpul dalam pepatah adat yang berbunyi “ADAT BERSENDI SARA’, SARA’ BERSENDI KITABULLAH”.
Motto Lambang Daerah “Sepucuk Adat Serumpun Pseko”
Melambangkan masyarakat Kabupaten Sarolangun bersama Pemerintah Daerah selalu menjunjung tinggi adat istiadat dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan bagian dari pusako Nenek Moyang yang sudah turun temurun dan merupakan warisan dan nilai budaya yang harus dilestarikan dan dikembangkan.

Rabu, 02 Februari 2011

Sejarah Singkat Kabupaten Kampar



          Putaran waktu tanpa terasa telah mengantarkan Kabupaten Kampar pada usia yang lebih dari setengah abad, tepatnya pada tanggal 6 Februari 2010 Kabupaten Kampar telah berusia 60 tahun. Dalam rentang waktu yang cukup panjang Kabupaten Kampar telah mengalami banyak perubahan dan kemajuan, yang tidak bisa kita pungkiri, merupakan hasil dari proses pembangunan selama ini.. Perubahan-perubahan itu dapat kita lihat dan rasakan pada hampir seluruh aspek kehidupan, tentunya sebagai bagian integral dari wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia. Perkembangan yang terjadi disini sangat dipengaruhi dan diwarnai pula oleh perkembangan Negara secara keseluruhan.Pembentukan Kabupaten Kampar tidak lepas dari proses sejarah yang cukup panjang yang dipengaruhi oleh situasi dan kondisi pada saat itu dimulai dari zaman penjajahan Belanda, zaman pemerintahan Jepang, zaman kemerdekaan hingga era otonomi daerah.

Zaman Penjajahan Belanda.
       Pada zaman Belandsa ini pembentukan Kabupaten Kampar telah mulai terlihat, namun Kabupaten Kampar masih embrio, belum ada pengelompokkan biaya secara pasti yang dapat dijadikan cikal bakal berdirinya Kabupaten Kampar. Saat itu secara administrasi dan wilayah pemerintahannya, Kabupaten Kampar masih berdasarkan persekutuan hukum adat, yang meliputi beberapa kelompok wilayah yang sangat luas, seperti ; Pertama, Desa Swapraja meliputi : Rokan, Kuto Darussalam, Rambah, Tambusai dan Kepenuhan yang merupakan suatu Lanschappen atau raja-raja dibawah District Loofd Pasir Pengarayan yang dikepalai oleh seorang Belanda yang disebut Kontroleur (Kewedanaan) Aderah / wilayah yang termasuk residensi Riau. Kedua, Kedemangan Bangkinang, membawahi kenegrian Batu Bersurat, Kuok, Salo, Bangkinang dan Air Tiris termasuk residen Sumatra Barat, karena susunan masyarakat hukumnya sama dengan daerah Minang Kabau yaitu Nagari, Koto dan Teratak. Ketiga, Desa Swapraja Senapelan/ Pekanbaru meliputi kewedanan Kampar Kiri, Senapelan dan Swapraja Gunung Sahilan Singingi sampai kenegrian Tapung Kiri dan Tapung Kanan termasuk Kesultanan Siak (Residensi Riau). Keempat, Desa Swapraja Pelalawan meliputi : Bunut, Pangkalan Kuras, Langgam, Serapung dan Kualu Kampar (Residensi Riau).. Begitu luasnya cikal bakal wilayah Kabupaten Kampar, mengakibatkan belum sempat diresmikannya Kabupaten Kampar oleh Pemerintah Provinsi Sumatra Tengah pada bulan Nopember 1948, disebabkan situasi diwaktu itu sudah genting antara Republik Indonesia dengan Belanda.
Zaman Pemerintahan Jepang
        Saat itu guna kepentingan militer Kabupaten Kampar dijadikan satu Kabupaten, dengan nama Riau Nishi Bunshu (Kabupaten Riau Barat) yang meliputi kewedanaan Bangkinang dan kewedanaan Pasir Pengaraian. Dengan menyerahnya Jepang ke pihak sekutu dan setelah proklamasi Kemerdekaan, maka kembali Bangkinang ke status semula, yakni Kabupaten Lima Puluh kota, dengan ketentuan dihapuskannya pembagian administrasi pemerintahan berturut-turut seperti : CU (Kecamatan), GUN (Kewedanaan), BUN (Kabupaten), Kedemangan Bangkinang dimasukan kedalam Pekanbaru BUN (Kabupaten) Pekanbaru.
Zaman Kemerdekaan
         Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, atas permintaan Komite Nasional Indonesia Pusat Kewedanaan Bangkinang dan pemuka-pemuka masyarakat Kewedanaan Bangkinang kepada pemerintah Keresidenan Riau dan Sumatra Barat agar kewedanaan Bangkinang dikembalikan kepada status semula, yakni termasuk Kabupaten Lima Puluh Kota Keresidenan Sumatra Barat dan terhitung mulai tanggal 1 Januari 1946 Kewedanaan Bangkinang kembali masuk Kabupaten Lima Puluh kota keresidenan Sumatra, dan Kepala Wilayah ditukar dengan sebutan Asisten Wedana, Wedana dan Bupati. Untuk mempersiapkan pembentukkan Pemerintah Provinsi dan Daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri maka Komisariat Pemerintah Pusat di Bukit Tinggi menetapkan peraturan sementara daerah-daerah Kewedanaan dan daerah Kabupaten yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri. Namun baru merupakan peraturan tentang pembentukan Kabupaten Kampar dalam Provinsi Sumatra Tengah, dengan pembagian 11 (sebelas) Kabupaten di Sumatra Tengah yakni:

  • Kabupaten Singgalang Pasaman dengan ibukota Bukit Tinggi.
  • Kabupaten Sinamar dengan ibukota Payakumbuh.
  • Kabupaten Talang dengan ibukota Solok.
  • Kabupaten Samudera dengan ibukota Pariaman.
  • Kabupaten Kerinci/Pesisir Selatan dengan ibukota Sei. Penuh.
  • Kabupaten Kampar dengan ibukota Pekanbaru, meliputi daerah Kewedanaan Bangkinang, Pekanbaru, kecuali Kecamatan Singingi, Pasir Pengarayan dan Kecamatan Langgam.
  • Kabupaten Indragiri dengan ibukota Rengat.
  • Kabupaten Bengkalis dengan ibukota Bengkalis. Meliputi Daerah Kewedanaan Bengkalis, Bagan Siapi-api, Selat Panjang, Pelalawan kecuali Kecamatan Langgam dan Kewedanaan Siak.
  • Kabupaten Kepulauan Riau dengan ibukota Tanjung Pinang.
  • Kabupaten Merangin dengan ibukota Muara Tebo.
  • Kabupaten Batang Hari dengan ibukota Jambi.
           Berdasarkan pembagian Kabupaten di Sumatra Tengah tersebut diketahui bahwa tanggal 1 Desember 1948 adalah proses yang mendahului pengelompokkan wilayah Kabupaten Kampar. Sementara tanggal 1 Januari 1950 adalah tanggal ditunjuknya DT. WAN ABDUL RAHMAN sebagai Bupati Kampar pertama, dengan tujuan untuk mengisi kekosongan Pemerintahan, karena adanya penyerahan Kedaulatan Pemerintah Republik Indonesia hasil Konfrensi Meja Bundar.
Tanggal 6 Februari 1950 adalah saat terpenuhinya seluruh persyaratan untuk penetapan hari kelahiran, hal ini sesuai Ketetapan Gubernur Militer Sumatra Tengah Nomor. 3/DC/STG/50 tentang penetapan Kabupaten Kampar yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri.
Mulai tanggal 6 Februari tersebut Kabupaten Kampar resmi memiliki nama, batas-batas wilayahya, rakyat/masyarakat yang mendiami wilayah dan pemerintah yang sah dan kemudian dikukuhkan dengan Undang-Undang Nomor. 12 Tahun 1956 tentang pembentukan daerah otonom Kabupaten dalam lingkungan daerah Provinsi Sumatra Tengah
       Secara yuridis dan sesuai persyaratan resmi berdirinya suatu daerah, dasar penetapan hari jadi Kabupaten Kampar adalah pada saat dikeluarkannya ketetapan Gubernur Militer Sumatra Tengah nomor. 3/DC/STG/50 tanggal 6 Februari 1950, yang kemudian telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Kampar Nomor. 02 Tahun 1999 tentang hari jadi Kabupaten Daerah Tingkat II Kampar, dan disahkan oleh Gubernur Kepala Tingkat I Riau Nomor : KPTS.60/II/1999 tanggal 4 Februari 1999 dan diundangkan dalam lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Kampar tahun 1999 Nomor. 01 tanggal 5 Februari 1999
            Dalam perkembangan selanjutnya sesuai dengan perkembangan dan aspirasi masyarakat berdasarkan Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi, dan Kota Batam (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 181) tanggal 4 Oktober 1999 Kabupaten Kampar dimekarkan menjadi 3 (tiga) Kabupaten yaitu Kabupaten Kampar, Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Rokan Hulu,. Dua Kabupaten baru tersebut yaitu Kabupaten Rokan Hulu dan Pelalawan sebelumnya merupakan wilayah Pembantu Bupati Wilayah I dan Pembantu Bupati Wilayah II dimana Kabupaten tersebut memperingati Hari Jadinya setiap tanggal 4 Oktober.
Sejak terbentuknya Kabupaten Kampar sampai dengan diperingatinya hari jadi Kabupaten Kampar ke-59 tahun 2009 yang Insya Allah akan digelar pada hari Jum’at tanggal 6 Februari 2009, pejabat yang pernah menjadi pimpinan daerah di KabupATEN Kampar adalah :
Bupati dengan masa jabatan :

  • Datuk Wan Abdul Rahman (1Januari 1950-sampai 1 Oktober 1954)
  • Ali Loeis ( April 1954 sampai dengan Maret 1956)
  • A. Moein Datuk Rangkayo Maharajo (Maret 1956 sampai dengan Maret 1958)
  • Datuk Abdul Rahman (1958 sampai 1959)
  • Datuk Haroensyah ( 21 Januari 1960 sampai dengan 11 Februari 1965).
  • Tengkoe Moehammad (11 Februari 1965 sampai dengan 17 Mei 1967)
  • Raden. Soebrantas Siswanto (18 Me3i 1965 sampai dengan 7 September 1978)
  • Abdul Makahamid, SH (7 September 1978 sampai dengan 7 Maret 1979).
  • Sartono Hadi Sumarto (14 Februari 1979 sampai dengan 28 Mei 1984)
  • Syarifuddin (28 Mei 1984 sampai dengan 3 Oktober 1985)
  • H Imam Munandar (Pejabat Bupati 1985-1986)
  • H Saleh Djasit, SH (1986 sampai 1996)
  • H. Azaly Djohan, SH (Pejabat Bupatio April 1996 sampai Desember 1996)
  • Drs. H. Beng Sabli (1996-2001)
  • Drs H Syawir Hamid (Pejabat Bupati Maret 2001 sampai dengan Nopember 2001).
  • H Jefry Noer dan wakilnya H A zakir SH, MM (23 Nopember 2001-2006)
  • H M Rusli Zainal SE, Plt Bupati Kampar (25 Maret 2004- 29 Juli 2005)
  • H Jefry Noer dan wakilnya H A Zakir SH, MM (29 Juli- 23 Nopember 2006).
  • Drs Marjohan Yusuf Plt Bupati Kampar (24 Nopember 2006-11 Desember 2006).
  • Drs H Burhanuddin Husin dan wakilnya Teguh Sahono SP (2006-2011).


Ketua DPRD dengan masa jabatan :
  • H Abdul Hamid Yahya (1950-1952)
  • Arifin Ruslan (1952-1958)
  • Datuk Harunsyah (1960-1965).
  • Tengku Muhammad (1965-1966).
  • Tengku Nazir (1966-1967).
  • Aziz Gani (1967-1970)
  • T.S. Jaafar. M (1970-1977).
  • M. Arsyad (1977-1982).
  • H Nazaruddin (1982-1992).
  • H. Soewardi (1992-1997).
  • Drs H. M. Damsir Ali (1997-2000).
  • Drs H Syaifuddin Efendy (2001-2004).
  • H. Masnur SH (2004-2009).
       Melalui kegiatan peringatan Hari Jadi Kabupaten Kampar diharapkan dapat menyegarkan kembali ingatan masyarakat Kampar terhadap sejarah dan proses terbentuknya Kabupaten Kampar. Juga diharapkan dapat memperdalam rasa memiliki dan kecintaan terhadap daerah ini. Selain itu, momentum peringatan hari Jadi Kampar ini dapat pula dijadikan saat yang tepat untuk mengintropeksi diri sejauh mana peran dan sumbangsih yang telah kita berikan selama ini bagi kemajuan pembangunan di Kabupaten Kampar . Selamat memperingati Hari Jadi Kabupaten Kampar ke-59 kepada seluruh masyarakat Kabupaten Kampar. Semoga Kabupaten Kampar tetap Jaya. (Syafrizal Hasan staf Humas Setda Kampar)
         Berdasarkan surat keputusan Gubernur Militer Sumatera Tengah Nomor : 10/GM/STE/49 tanggal 9 Nopember 1949, Kabupaten Kampar merupakan salah satu Daerah Tingkat II di Propinsi Riau terdiri dari Kawedanaan Palalawan, Pasir Pangarayan, Bangkinang dan Pekanbaru Luar Kota dengan ibu kota Pekanbaru. Kemudian berdasarkan Undang-undang No. 12 tahun 1956 ibu kota Kabupaten Kampar dipindahkan ke Bangkinang dan baru terlaksana tanggal 6 Juni 1967.
      Semenjak terbentuk Kabupaten Kampar pada tahun 1949 sampai tahun 2006 sudah 21 kali masa jabatan Bupati Kepala Daerah. Sampai Jabatan Bupati yang keenam (H. Soebrantas S.) ibu kota Kabupaten Kampar dipindahkan ke Bangkinang berdasarkan UU No. 12 tahun 1956.

Adapun faktor-faktor yang mendukung pemindahan ibu kota Kabupaten Kampar ke Bangkinang antara lain :

  • Pekanbaru sudah menjadi ibu kota Propinsi Riau.
  • Pekanbaru selain menjadi ibu kota propinsi juga sudah menjadi Kotamadya.
  • Mengingat luasnya daerah Kabupaten Kampar sudah sewajarnya ibu kota dipindahkan ke Bangkinang guna meningkatkan efisiensi pengurusan pemerintahan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
  • Prospek masa depan Kabupaten Kampar tidak mungkin lagi dibina dengan baik dari Pekanbaru.
  • Bangkinang terletak di tengah-tengah daerah Kabupaten Kampar, yang dapat dengan mudah untuk melaksanakan pembinaan ke seluruh wilayah kecamatan dan sebaliknya.
Secara Geografis


1.1Keadaan Alam
Kabupaten Kampar dengan luas lebih kurang 1.128.928 Ha merupakan daerah yang terletak antara 01000’40” Lintang Utara sampai 00027’00” Lintang Selatan dan 100028’30” – 101014’30” Bujur Timur. Batas-batas daerah Kabupaten Kampar adalah sebagai berikut :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kota Pekanbaru dan Kabupaten Siak.
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kuantan Singingi.
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Rokan Hulu dan Propinsi Sumatera Barat.
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Siak.
Di daerah Kabupaten Kampar terdapat dua buah sungai besar dan beberapa sungai kecil yaitu:
- Sungai Kampar yang panjangnya ± 413,5 km dengan kedalaman rata-rata 7,7 m dengan lebar rata-rata 143 meter. Seluruh bagian sungai ini termasuk dalam Kabupaten Kampar yang meliputi Kecamatan XIII Koto Kampar, Bangkinang, Bangkinang Barat, Kampar, Siak Hulu dan Kampar Kiri.
- Sungai Siak bagian hulu yakni panjangnya ± 90 km dengan kedalaman rata-rata 8 – 12 m yang melintasi kecamatan Tapung.
Sungai-sungai besar yang terdapat di Kabupaten Kampar ini sebagian masih berfungsi baik sebagai prasarana perhubungan, sumber air bersih budi daya ikan maupun sebagai sumber energi listrik (PLTA Koto Panjang).
1.2 Iklim dan Curah Hujan
Kabupaten Kampar pada umumnya beriklim tropis dengan temperatur maksimum 320C. Jumlah hari hujan dalam tahun 2006, yang terbanyak adalah disekitar Salo, Bangkinang, dan Bangkinang Seberang sedang yang paling sedikit terjadinya hujan adalah sekitar Tapung Hulu


Potensi

Kabupaten Kampar mempunyai banyak potensi yang masih dapat dimanfaatkan, terutama di bidang pertanian dan perikanan darat.


  • Pertanian
Bidang pertanian seperti kelapa sawit dan karet yang merupakan salah satu tanaman yang sangat cocok buat lahan yang ada di Kabupaten kampar.


  • Perkebunan
Khusus perkebunan perkebunan sawit untuk saat ini kabupaten Kampar mempunyai luas lahan 241,5 ribu hektare dengan potensi coconut palm oil (CPO) sebanyak 966 ribu ton.


  • Perikanan
Di bidang perikanan budidaya ikan patin yang dikembangkan melalui kerambah (kolam ikan berupa rakit) di sepanjang sungai kampar, ini terlihat banyaknya keramba yang berjejer rapi di sepanjang sungai kampardan adanyakerjasama antara pemda kampar dengan PT Benecom dengan jumlah investasi 30 miliar yang mana kedepan kampar akan menjadi sentra ikan patin dengan 220 ton per hari.


  • Pariwisata
      Di segi pariwisata Kabupaten Kampar juga tidak kalah dengan daerah-daerah lainnya,seperti Candi MUARA TAKUS yang merupakan peninggalan kerajaan sriwijaya,namun untuk saat ini pemda kampar belum memaksimalkan pengelolaannya menjadi tujuan wisatawan, Mandi "balimau bakasai" tradisi ini adalah mandi membersihkan diri di sungai kampar untuk menyambut bulan suci Ramadhan. "Ma'awuo ikan" ini adalah menangkap ikan secara bersama-sama (ikan larangan) setahun sekali, ini berada di danau Bokuok (kec.Tambang) dan sungai Subayang desa Gema(kec.Kampar Kiri hulu).
       Di samping julukan BUMI SARIMADU kabupaten Kampar juga terkenal dengan julukan SERAMBI MEKKAH di propinsi Riau,ini disebabkan masyarakatnya yang sebagian besar beragama Islam (etnis ocu), demikian juga dengan pakaian yang sehari-hari yang dipakai bernuansa muslim.
Kabupaten Kampar juga memiliki sosok pejuang di zaman kolonial Belanda yang terkenal yakni Datuk Tabano dan Datuk Panglima Khatib



Kecamatan

       Saat ini (tahun 2006), Kabupaten Kampar memiliki 20 kecamatan, sebagai hasil pemekaran dari 12 kecamatan sebelumnya. Kedua puluh kecamatan tersebut (beserta ibu kota kecamatan) adalah:

  1. Bangkinang                  (ibu kota: Bangkinang)
  2. Bangkinang Barat         (ibu kota: Kuok)
  3. Bangkinang Seberang   (ibu kota: Muara Uwai)
  4. Gunung Sahilan             (ibu kota: Kebun Durian)
  5. Kampar                        (ibu kota: Air Tiris)
  6. Kampar Kiri                 (ibu kota: Lipat Kain)
  7. Kampar Kiri Hilir          (ibu kota: Sei.Pagar)
  8. Kampar Kiri Hulu         (ibu kota:Gema)
  9. Kampar Timur              (ibu kota: Kampar)
  10. Kampar Utara              (ibu kota: Desa Sawah)
  11. Perhentian Raja            (ibu kota: Pantai Raja)
  12. Rumbio Jaya                (ibu kota: Rumbio)
  13. Salo                             (ibu kota: Salo)
  14. Siak Hulu                     (ibu kota: Pangkalanbaru)
  15. Tambang                      (ibu kota: Sei.Pinang)
  16. Tapung                         (ibu kota: Petapahan)
  17. Tapung Hilir                  (ibu kota: Pantai Cermin)
  18. Tapung Hulu                 (ibu kota: Sinama Nenek)
  19. XIII Koto Kampar       (ibu kota: Muara Mahat)
  20. Kampar Kiri Tengah     (ibu kota: Simalinyang)

Kampar dan Limo Koto
        Kampar sangat identik dengan sebutan Kampar Limo Koto dan dahulunya merupakan bagian dari kerajaan minangkabau. Limo Koto terdiri dari XXXIII Koto Kampar, Kuok, Bangkinang, Air Tiris dan Rumbio. Terdapat banyak persukuan yang masih dilestarikan hingga kini. Konsep adat dan tradisi persukuannya sama dengan konsep adat dan persukuan miangkabau di sumatera barat. Tidak heran bila adat istiadat hingga bahasa sehari-hari warga Limo Koto amat mirip dengan Minang Kabau. Bahasa yang dipakai di Limo Koto, yang juga kemudian menjadi bahasa Kampar adalah bahasa Ocu. Di samping itu, Limo Koto juga memiliki semacam alat musik tradisional Calempong dan Oguong.


Kebudayaan Kampar
Kebudayaan Kampar merupakan kebudayaan baru, khususnya Desa Air Tiris belum Seratus Tahun dikembangkan (dari tahun 2002) dapat dilihat dari tanggal yang tertera di Masjid Jamik Air Tiris. Banyak penduduk yang berasal dari Sumatra Barat, Kampar dikembangkan oleh orang yang menuntut Ilmu di Turky Usmani yang sebelumnya Islam dibawa dari Sumatra Barat, Al Qur'an sebesar Jempol dibawa dari Turky.

Batas wilayah
Kabupaten Kampar berbatasan dengan kabupaten-kabupaten lain, sebagai berikut:
Utara - Kabupaten Siak
Timur - Kota Pekanbaru dan Kabupaten Pelalawan
Selatan - Kabupaten Kuantan Singingi
Barat - Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Lima Puluh Kota (Provinsi Sumatera Barat)