Kesultanan Demak Pasca Keruntuhan Majapahit
Oleh: Susiyanto (Peneliti Pusat Studi Peradaban Islam, Solo)
Dalam
berbagai catatan mengenai keruntuhan Majapahit secara tertulis tidak
ada sumber tertulis yang dapat memberikan jawaban tepat tentang
waktunya. Babad Tanah Jawi menyebutkan Kerajaan Majapahit runtuh karena
serangan Kerajaan Islam Demak pada 1478 Masehi atau 1400 saka.[1] Dalam bahasa Jawa Kuno tahun 1400 tersebut biasa diperlambangkan dengan candra sengkala[2] berbunyi “sirna ilang kertaning bumi” yang dapat diterjemahkan sebagai musnahnya kemakmuran dan keberadaan sebuah negeri.[3]
Sementara
itu, prasasti-prasasti dan berita-berita asing memberi rambu-rambu
runtuhnya Kerajaan Majapahit terjadi pada awal abad XVI Masehi. Serat
Kanda dan Serat Darmogandul hanya memberitakan samar-samar tentang
penaklukan Majapahit oleh Demak. Pada tahun 1478 Masehi, Bhre Kertabhumi
gugur di Keraton Majapahit karena serangan dari Dyah Ranawijaya, anak
Bhre Pandan Alas. Tahun itulah yang dijadikan pertanda hilangnya
Majapahit, sirna ilang kertaning bumi.[4]
Versi
lain menyebutkan bahwa pada tahun 1478 ini Dyah Kusuma Wardhani dan
suaminya, Wikramawardhana, mengundurkan diri dari tahta Majapahit.
Kemudian mereka digantikan oleh Suhita. Pada tahun 1479, Wirabumi, anak
dari Hayam Wuruk, berusaha untuk menggulingkan kekuasaan sehingga pecah
Perang Paregreg (1479-1484). Pemberontakan Wirabumi dapat dipadamkan
namun karena hal itulah Majapahit menjadi lemah dan daerah-daerah
kekuasaannya berusaha untuk memisahkan diri. Dengan demikian penyebab
utama kemunduran Majapahit tersebut ditengarai disebabkan berbagai
pemberontakan pasca pemerintahan Hayam Wuruk, melemahnya perekonomian,
dan pengganti yang kurang cakap serta wibawa politik yang memudar.[5]
Pada
saat kerajaan Majapahit mengalami masa surut, secara praktis
wilayah-wilayah kekuasaannya mulai memisahkan diri. Wilayah-wilayah yang
terbagi menjadi kadipaten-kadipaten tersebut saling serang, saling
mengklaim sebagai pewaris tahta Majapahit. Pada masa itu arus kekuasaan
mengerucut pada dua adipati, yaitu Raden Patah dan Ki Ageng Pengging.[6] Sementara Raden Patah mendapat dukungan dari Walisongo, Ki Ageng Pengging mendapat dukungan dari Syech Siti Jenar.[7]
Sehingga dengan demikian keruntuhan Majapahit pada masa itu dapat
dikatakan tinggal menunggu waktu sebab sistem dan pondasi kerajaan telah
mengalami pengeroposan dari dalam.
Kesultanan Demak adalah kesultanan Islam pertama di Jawa yang didirikan oleh Raden Patah pada tahun 1478.[8]
Demak pada masa sebelumnya merupakan suatu daerah yang dikenal dengan
nama Bintoro atau Gelagah Wangi yang merupakan daerah kadipaten di bawah
kekuasaan Majapahit.[9]
Kesultanan Demak secara geografis terletak di Jawa Tengah dengan pusat
pemerintahannya di daerah Bintoro di muara sungai Demak, yang
dikelilingi oleh daerah rawa yang luas di perairan Laut Muria. (sekarang
Laut Muria sudah merupakan dataran rendah yang dialiri sungai Lusi).
Bintoro sebagai pusat kerajaan Demak terletak antara Bergola dan Jepara,
di mana Bergola adalah pelabuhan yang penting pada masa berlangsungnya
kerajaan Mataram (Wangsa Syailendra), sedangkan Jepara akhirnya
berkembang sebagai pelabuhan yang penting bagi kerajaan Demak. Salah
satu peninggalan bersejarah Kesultanan Demak ialah Mesjid Agung Demak,
yang diperkirakan didirikan oleh para Walisongo. Lokasi ibukota
Kesultanan Demak saat ini telah menjadi kota Demak di Jawa Tengah.
Dengan berkembangnya Islam di Demak, maka Demak berkembang sebagai kota
dagang dan pusat penyebaran Islam di pulau Jawa.
Raja
pertama Kesultanan Demak tersebut dikuasai oleh Raden Patah salah
seorang keturunan Raja Brawijaya V (Bhre Kertabumi) yaitu raja
Majapahit. Raden Patah adalah menantu Malik Ibrahim, pengajar Islam di
Jawa Timur yang juga dikenal dengan nama Raden Rahmat. Malik Ibrahim
atau Raden Rahmat menikah dengan salah satu putri Majapahit dan dia
kemudian dianugerahi Kadipaten Demak sebagai daerah kekuasaannya.
Kemudian salah satu putri dari Malik Ibrahim menikah dengan Raden Patah.
Pasca runtuhnya kerajaan Majapahit maka Raden Patah menggantikan
kekuasaan ayahnya di Majapahit dan sekaligus mertuaya di Demak.[10]
Dengan demikian kekuasaan Raden Patah bukan hanya didasarkan sebagai
strategi penyebaran Islam semata atau pun perebutan kekuasaan politik
namun berdasarkan garis keturunan dia memiliki hak atas tahta Majapahit.
Akan tetapi dalam versi lain, nama Malik Ibrahim juga dikenal sebagai
nama asli Sunan Gresik yang telah wafat pada tahun 1419 dan tidak
ditemukan catatan yang menyebutkan secara jelas bahwa dia pernah menjadi
penguasa Demak.[11]
Selain itu nama Raden Rahmat juga merupakan nama lain dari Sunan Ampel.[12]
Dengan demikian tidak jelas apakah Malik Ibrahim yang menjadi mertua
Raden Patah yang dimaksud di atas adalah sosok yang sama dengan Malik
Ibrahim yang kemudian dikenal sebagai Sunan Gresik, salah satu sesepuh
Walisongo. Maulana Malik Ibrahim[13] yang terakhir ini juga dikenal sebagai “arsitek” berdirinya kerajaan Demak.
Kesultanan
Demak mengalami kemunduran karena terjadi perebutan kekuasaan antar
kerabat kerajaan. Pada tahun 1568, kekuasaan Kesultanan Demak beralih ke
Kesultanan Pajang yang didirikan oleh Jaka Tingkir.
[1] Lihat Http://64.203.71.11/kompas-cetak/0305/23/teropong/326029.htm diakses pada tanggal 6 Maret 2008
[2]
Candra sengkala adalah catatan angka tahun yang diwujudkan dan
disimbolkan dengan sebuah kalimat. Dalam pengetahuan tentang candra
sengkala, setiap kata dalam bahasa jawa memiliki makna yang dapat
disimbolkan dengan watak angka. Misalnya watak angka satu
diwakili oleh bumi, srengenge, rembulan, lintang, gusti, kawula, Allah,
wutuh, bunder, wangun, nyata, wani, urip, dan anggota badan yang
berjumlah satu seperti kepala, hati, ekor dan lain-lain. Watak angka dua
diwakili oleh benda yang memiliki pasangan seperti penganten, kembar,
mripat, kuping, tangan, swiwi, suku, sungut, bahu, pipi, alis. Juga
diwakili oleh kata kerja (kriya) dari kata berwatak dua seperti miring, nembah, ndulu, mabur, mlampah. Watak angka tiga antara lain geni, urub, jurit, tandang, guna, putrid, estri, cacing. Watak angka empat antara lain banyu, segara, bening, suci, warna, keblat, jaman, penggawe, karya, kerta. Watak angka lima antara lain angin, gegaman, piranti, srana, tata, marga, dalan, pandhawa, buta, galak, bisikan, turu, alas. Watak angka enam antara lain rasa, pait, sekeca, manis, obah, oyag, retu, susah, cegah, uwit, mangsa, wayang, tawon, kombang. Watak angka tujuh antara lain pandhita, gunung, ardi, kapal, jaran, tunggang, ageng, swara, tembung, wulang, suka, bungah. Watak angka delapan antara lain gajah, esthi, naga, sawer, baya, slira, cecak, taksaka. Watak angka Sembilan antara lain bolongan, lawang, gapura, gua, terus, dewa, sanga, manjing, seneng, nrima, rai, ganda. Watak angka sepuluh atau nol antara
lain suwung, kothong, sirna, ilang, pati, rusak, lunga, tanpa, langit,
mumbul, muluk, dhuwur, antara, adoh. (Lihat. Mugiyana,. et. all. Mardi Basa lan Sastra. Jilid III. (Tiga Serangkai, Surakarta, 1987). Hal. 30-31)
[3]
Lihat
http://ervanhardoko.multiply.com/journal/item/18/Sirna_Ilang_Kertaning_Bumi.htm
diakses pada tanggal 6 Maret 2008. Lihat pula Dr. M. Abdul Karim,
Double M.A. Islam Nusantara. (Pustaka Book Publisher, Yogyakarta, 2007). Hal. 40-41.
[5] H. Soekama Karya., et all. Ensiklopedi Mini Sejarah dan Kebudayaan Islam. (Logos, Jakarta, 1996). Hal. 364
[7]
Syekh Siti Jenar merupakan tokoh kontrovesial yang eksistensinya
sebagai sosok historis masih dipertanyakan. Nmaun demikian sejumlah
pendapat menyatakan bahwa dia bertanggung jawab atas penyebaran ajaran
syi’ah dan sekaligus paham wihdatul wujud di Pulau Jawa.
Menurut salah satu sumber dia memiliki nama asli Syeh Jabaranta dan
pernah tinggal lama di Persia. (Lihat MB. Rahimsyah. Legenda dan Sejarah Lengkap Wali Songo. (Amanah, Surabaya). Hal. 139).
[8]
Lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Demak. Sumber lain
menyatakan bahwa Demak berdiri setelah kekuasaan Majapahit jatuh pada
tahun 1527. (Lihat H. Soekama Karya. Ibid. Hal. 364). Selain
itu rujukan lainnya menyatakan bahwa Majapahit runtuh sekitar tahun 1521
dan pada saat itulah Raden Patah menggantikan ayahnya dan bertahta di
Demak. (Lihat. R. Soegondo. Ilmu Bumi Militer Indonesia. Jilid II. (Pembimbing, Jakarta, 1954). Hal. 205).
[11] Lihat Artikel bertitle “Sejarah Perlawanan Mujahid Nusantara” dalam Sabili Edisi Khusus. Islam : Kawan atau Lawan. (Bina Media Sabili, 2004, Jakarta). Hal. 11
[13]
Maulana Malik Ibrahim adalah keturunan ke-11 dari Husain bin Ali, juga
disebut sebagai Sunan Gresik, atau terkadang Syekh Maghribi dan Makdum
Ibrahim As-Samarqandy. Maulana Malik Ibrahim diperkirakan lahir di
Samarkand di Asia Tengah, pada paruh awal abad ke-14. Babad Tanah Jawi
versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah Jawa
terhadap As-Samarqandy, berubah menjadi Asmarakandi. Sebagian cerita
rakyat, ada pula yang menyebutnya dengan panggilan Kakek Bantal. Maulana
Malik Ibrahim adalah wali pertama yang membawakan Islam di tanah Jawa.
Maulana Malik Ibrahim juga mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia
banyak merangkul rakyat kebanyakan, yaitu golongan yang tersisihkan
dalam masyarakat Jawa di akhir kekuasaan Majapahit. Misinya ialah
mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda
krisis ekonomi dan perang saudara. Pada tahun 1419, setelah selesai
membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, Maulana
Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini terdapat di desa Gapura Wetan,
Gresik, Jawa Timur. Lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Walisongo.htm
Sumber:
All the games you can play on the Sega Genesis - AprCasino
BalasHapusThe best part is, of www.jtmhub.com course, the game, deccasino is that there are very apr casino few people who do a lot of titanium flat iron the hard work. หาเงินออนไลน์ The best part is, if the